BANDAR LAMPUNG,Untuk meningkatkan produksi beras, benih padi hibrida impor asal China sebanyak 25 ton sudah tiba di Lampung. Namun demikian, Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Panjang masih mewaspadai benih itu karena diduga membawa dua virus tanaman padi endemik dari China.
“Pemasukan benih padi hibrida asal China itu patut diwaspadai karena di negara tersebut terdapat organisme pengganggu tumbuhan karantina golongan I yang belum terdapat di Indonesia. Yaitu Rice Dwarf stunt Virus (RDV) dan Rice Stripe Virus (RSV),” kata Kepala Balai Karantina Tumbuhan Kelas I Panjang Hermansyah, distributor benih padi impor asal China itu.
Menurut Hermansyah, sebelum dibawa ke Indonesia benih padi itu sudah diuji secara sampling di laboratorium di China atau preshipment inspection. Sesuai hasil uji laboratorium, benih padi yang diuji itu tidak mengandung dua virus endemik asal China itu. Namun demikian, Balai Karantina Tumbuhan tetap mewaspadai pemasukan dan penyebaran dua virus itu yang dibawa bersama-sama benih padi impor yang lainnya.
Dalam literatur organisme pengganggu tumbuhan dari China, apabila dua virus tersebut menyebar dan menyerang tanaman padi, maka produksi padi lokal bisa turun. Serangan virus RDV akan menyebabkan tanaman padi lokal menjadi kerdil. Sedangkan serangan virus RSV akan menyebabkan daun tanaman padi benih lokal menjadi bergaris-garis dan bulir padi hampa sehingga produksi padi menurun.
Pejabat Fungsional pengendali OPT Balai Besar Karantina Tumbuhan Departemen Pertanian M Achrom mengatakan, melihat dampak dari benih padi impor itu, Balai Karantina Tumbuhan bersama-sama dengan Dinas Pertanian Lampung akan mengawasi pendistribusian benih padi impor itu. Yaitu mulai dari pendistribusian kepada kelompok tani, penanaman di sawah, hingga pemanenan.
”Pengawasan dilakukan supaya virus dari daerah endemik tidak berpindah ke daerah non endemik dan menulari,” kata Achrom. Selain itu, benih yang didatangkan tersebut merupakan benih FS atau benih sekali tanam. Sehingga pengawasan mesti dilakukan supaya bulir padi yang dipanen tidak akan dijadikan benih pada penanaman selanjutnya.
Untuk benih induk yang bisa ditangkarkan untuk memproduksi benih, direncanakan Departemen Pertanian akan kembali memasukkan benih impor induk asal China. Langkah memasukkan benih padi impor asal China saat ini merupakan bagian dari upaya Departemen Pertanian meningkatkan produksi beras nasional sebesar dua juta ton.
Untuk mendukung upaya tersebut, Departemen Pertanian mengimpor 1.200 ton benih padi hibrida asal China. Sampai sekarang yang sudah masuk ke wilayah Indonesia sekitar 700 ton melalui Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Dari padi sebanyak 700 ton itu, sekitar 675 ton masuk melalui Tanjung Perak untuk memenuhi kebutuhan Jawa Timur. Sedangkan sisanya 25 ton masuk ke Lampung untuk memenuhi kebutuhan Lampung.
Berdasarkan uji coba yang sudah dilakukan di Kota Agung, Kabupaten Tanggamus dan Rawajitu Kabupaten Tulang Bawang, penggunaan benih padi hibrida tersebut sangat efisien. Per hektar hanya dibutuhkan benih sebanyak 15 kilogram dengan produktivitas 8 ton gabah kering giling (GKG) per hektar. Sementara apabila petani menanam padi dengan benih padi biasa, per hektar lahan dibutuhkan 25—30 kilogram benih dengan produktivitas 4—5 ton GKG per hektar.